Ilmu Mantiq dan Logika "Bahasa dan Pikiran"
TUGAS
MAKALAH
Ilmu
Mantiq dan Logika
Bahasa
dan Pikiran
Dosen
Pembimbing : Wira Sugiarto, S.IP, M.Pd
Di
Susun Oleh :
TETI
PURWANTI
NIM:
36 12 15 0025
Jurusan Tarbiyah dan Keguruan
Prodi Tadris Bahasa Inggris IV
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) BENGKALIS
T.A : 2017
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, bahwa hanya dengan
petunjuk dan hidayah Allah SWT, penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan
sampai pada hadapan para pembaca yang berbahagia. Semoga kiranya membawa
manfaat yang sebesar-besarnya pada masa sekarang dan yang akan datang.
Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa kita
kedalam dunia yang penuh dengan kedamaian.
Dengan terselesainya pembuatan makalah
ini penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Samsul
Nizar, MA selaku ketua Stain Bengkalis dan Bapak Wira Sugiarto, S.IP, M.Pd
sebagai pembimbing mata kuliah “Ilmu Mantiq dan Logika”.
Dalam penulisan makalah ini tentunya
banyak dijumpai kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya dan mengharap kritik serta saran untuk penyempurnaan, agar
kekurangan dan kelemahan yang ada tidak sampai mengurangi nilai dan manfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Wassalam....
Bengkalis, Mei 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pikiran merupakan alat batin untuk
berpikir. Pikiran merupakan proses respon otak terhadap apa yang telah terjadi
saat ini, saat sekarang maupun saat yang akan datang. Pikiran atau ingatan
memungkinkan manusia untuk berpikir tentang segala hal dan dari hasil pikiran
itu diwujudkan dalam bentuk ujaran maupun tindakan untuk disampaikan kepada makhluk
lain atau orang lain dan untuk mewujudkan tersebut menggunakan medium bahasa
sebagai wujud penyampaian atas apa yang dalam pikirannya.
Bahasa adalah media atau perwujudan
hasil pikiran yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan,
baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan
menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya tau orang lain.
Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat-istiadat, tingkah
laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan
segala bentuk masyarakat. Hal ini menandakan bahwa dalam berbahasa diperlukan
suatu tindakan berpikir dan dari hasil pemikiran tersebut diwujudkan dalam
bentuk bahasa.
Kita bisa melihat jelas seseorang yang
pikirannya kacau mengakibatkan bahasanya kacau juga. Kadang juga jika seseorang
sedang memikirkan sesuatu yang berat, yang bersangkutan tidak berselera untuk
bicara. Ada juga yang berpendapat bahwa bahasa merupakan cerminan dari pikiran,
apa yang dibicarakan adalah apa yang dipikirkan. Bahasa terbentuk dari pikiran,
atau bentuk bahasa (secara individual dan spontan) meniru atau mengikuti bentuk
pikiran atau ide.
Akan tetapi jika kita mau lebih
jeli melihat, sesungguhnya bahasa itu hanyalah “wujud” dari ide atau pikiran
saja. Sehingga analisa bahasa dengan melepaskannya dari analisa ide adalah
kesesatan. Artinya, tidak mungkin ada bahasa tanpa ada ide, begitu pula
sebaliknya.
Bukankah pula seseorang yang gugup
tidak mampu bicara benar, yang artinya ada juga hubungan antara emosi dengan
bahasa. Inilah yang penting untuk dibahas. Hubungan bahasa dengan sosial
(Sosiolinguistik), hubungan bahasa dengan emosi (Psikolinguistik).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka dapat dirumuskan masalah:
1. Apakah hakikat bahasa?
2. Apakah hakikat pikiran?
3. Bagaimanakah hubungan bahasa dan
pikiran?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini,
yaitu:
1. Mendeskripsikan mengenai hakikat
bahasa;
2. Mendeskripsikan mengenai hakikat
pikiran; dan
3. Mendeskripsikan mengenai
hubungan antara bahasa dan pikiran manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Bahasa
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan
oleh para anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. Menurut Chaer, bahasa adalah alat interaksi atau alat
komunikasi di dalam masyarakat.
Bahasa juga diartikan sebagai
rangkain bunyi yang mempunyai makna terrtentu. Rangkain bunyi yang kita kenal
sebagai kata, melambangkan suatu konsep. Kumpulan lambang bunyi, dalam
pemikirannya, tidak terlepas dari yang satu dengan yang lainnya. Kata-kata itu
dipergunakan dalam suatu sistem yang terpola. Walaupun bunyi-bunyi bahasa itu
di gunakan sudah benar dan sesuai dengan konvensi (kesepakatan pengguna
bahasa), tetapi bila hubungan antar kata-katanya itu tidak berpola, maka proses
komunikasi tidak akan berjalan dengan baik.
Bahasa adalah media manusia
berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan
ke dalam simbol-simbol abstrak. Dengan adanya bahasa kita dapat memikirkan
sesuatu meskipun objek yang kita pikirkan itu tidak berada di dekat kita.
Dengan simbol-simbol bahasa yang abstrak, kita dapat memikirkan sesuatu secara
terus-menerus dan kemudian mewariskan pengalamannya itu kepada
generasi-generasi berikutnya. Kita dapat pula mengkomunikasikan sesuatu yang
kita pikirkan dan dapat pula belajar sesuatu dari orang lain.
Bahasa adalah medium tanpa batas
yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan pemahaman manusia.
Oleh karena itu, memahami bahasa akan memungkinkan kita memahami bentuk-bentuk
pemahaman manusia.
Dari berbagai definisi di atas maka
dapat diketahui beberapa karakteristik bahasa seperti berikut ini: Bahasa
adalah sistem. Terdiri dari sistem bunyi, sistem morfologi dan sistem
sintaksis. Bahasa adalah bunyi. Adapun proses terbentuknya bunyi bahasa secara
garis besar terbagi menjadi empat macam:
1) Proses keluarnya bunyi dari
paru-paru.
2) Proses fonasi, yaitu lewatnya
bunyi dalam tenggorokan.
3) Proses artikulasi, yaitu proses
terbentuknya bunyi oleh artikulator.
4) Proses oro-nasal, yaitu proses
keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung.
Bahasa itu mengandung makna. Bahasa
itu diperoleh. Bahasa itu berkembang atau berubah. Bahasa adalah fenomena
sosial. Bahasa itu arbitrer. Bahasa itu simbol atau lambang. Bahasa itu serupa
dan universal. Keserupaan atau unversalitas bahasa tersebut memiliki dasar yang
kuat, diantaranya:
1) Seorang anak mampu memperoleh
bahasa manusia yang beragam dengan cara yang mudah.
2) Bahasa manusia itu serupa dan
universal karena seorang manusia yang memiliki perasaan yang berbeda dan hidup
dalam lingkungan yang berbeda akan mempunyai pemahaman yang sama ketika
dipadankan dengan kalimat yang mengandung makna sama.
3) Semua manusia ketika mengucapkan
bahasa yang bermacam-macam tadi tetap menggunakan perangkat yang sama yaitu
alat ucap. Sehingga alat ucap tersebut mampu menghasilkan ucapan secara serupa.
Bahasa
pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama yakni: Pertama, sebagai sarana
komunikasi antarmanusia dan Kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan
kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut. Fungsi yang pertama kita
sebutkan sebagai fungsi komunikatif dan fungsi yang kedua kita sebutkan sebagai
fungsi kehesif atau integratif. Pengembangan suatu bahasa haruslah
memperhatikan kedua fungsi ini agar terjadi keseimbangan yang saling menunjang
pertumbuhannya.
B. Hakikat Pikiran
Pikiran berasal dari kata dasar
pikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pikir artinya akal budi ; ingatan;
angan-angan; kata dalam hati; kira, kemudian mendapat sufiksan menjadi kata
pikiran. Berpikir adalah aktivitas mental manusia. Dalam proses berpikir kita
merangkai-rangkaikan sebab akibat, menganalisinya dari hal-hal yang khusus atau
atau kita menganalisisnya dari hal-hal yang khusus ke yang umum. Berpikir
berarti merangkai konsep-konsep. Pikiran adalah proses pengolahan stimulus yang
berlangsung dalam domain representasi utama.
Proses berpikir dilalui dengan tiga
langkah yaitu:
1. Pembentukan
pikiran. Pada pembentukan inilah manusia menganalisis ciri-ciri dari sejumlah
objek.
2. Pembentukan
pendapat. Pada pembentukan pendapat ini seseorang meletakkan hubungan antara
dua buah pengertian atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk bahasa yang disebut
kalimat. Pembentukan pendapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu pendapat
positif (pendapat yang mengiakan sesuatu), pendapat negatif (pendapat yang tidak
menyetujui sesuatu) dan pendapat modalitas (pendapat yang memungkinkan
sesuatu).
3. Penarikan
kesimpulan. Penarikan kesimpulan meliputi: kesimpulan induktif, deduktif, dan
analogis (perbandingan).
C. Hubungan Bahasa dengan Pikiran
Pikiran manusia pada hakikatnya
selalu mencari dan berusaha untuk memperoleh kebenaran. Karena itu pikiran
merupakan suatu proses. Dalam proses tersebut haruslah diperhatikan kebenaran
untuk dapat berpikir logis. Kebenaran ini hanya menyatakan serta mengandalkan
adanya jalan, cara, teknik serta hukum-hukum yang perlu diikuti. Semua itu
dirumuskan dalam logika.
1. Teori Sapir-Whorf
Dari banyak tokoh yang memaparkan
hubungan antara bahasa dan pikiran, penulis melihat bahwa paparan Edward Sapir
dan Benyamin Whorf yang banyak dikutip oleh berbagai peneliti dalam meneliti
hubungan bahasa dan pikiran. Edward Sapir (1884-1939) dan Benjamin Lee Whorf
(1897-1941) adalah linguis Amerika yang mengatakan bahwa manusia hidup di dunia
di bawah “belas kasih” bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam
kehidupan bermasyarakat.
Sapir dan Worf mengatakan bahwa
tidak ada dua bahasa yang memiliki kesamaan untuk dipertimbangkan sebagai
realitas sosial yang sama. Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai
keterkaitan antara bahasa dan pikiran.
Hipotesis pertama adalah lingusitic
relativity hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa secara
umum paralel dengan perbedaan kognitif non bahasa (nonlinguistic cognitive).
Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa
tersebut.
Hipotesis kedua adalah linguistics
determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu
mempersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi
manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa.
Pengaruh bahasa terhadap pikiran
dapat terjadi melalui habituasi dan beroperasinya aspek formal bahasa, misalnya
gramar dan leksikon. Whorf mengatakan “grammatical and lexical resources of
individual languages heavily constrain the conceptual representations available
to their speakers”.
Gramar dan leksikon dalam sebuah
bahasa menjadi penentu representasi konseptual yang ada dalam pengguna bahasa
tersebut. Selain habituasi dan aspek formal bahasa, salah satu aspek yang
dominan dalam konsep Whorf dan Sapir adalah masalah bahasa mempengaruhi
kategorisasi dalam persepsi manusia yang akan menjadi premis dalam berpikir.
Pada hakikatnya dalam kegiatan
berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran. Dapat dikatakan
bahwa psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada
orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran.
Dengan kata lain, dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran
menjadi kode dan mengubah kode menjadi pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari
proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil
analisis kode.
Bahasa sebagai wujud atau hasil
proses dan sebagai sesuatu yang diproses baik berupa bahasa lisan maupun bahasa
tulis. Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa,
yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang ada pada manusia yang dapat
menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia
dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis
ataupun secara lisan.
Semua bahasa yang diperoleh pada
hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Psikolinguistik adalah telaah
tentang hubungan antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi
dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari
sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya. Manusia hanya akan dapat berkata dan
memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata yang terbahasakan. Bahasa yang
dipelajari semenjak anak-anak bukanlah bahasa yang netral dalam mengkoding
realitas objektif. Bahasa memiliki orientasi yang subjektif dalam menggambarkan
dunia pengalaman manusia. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi
bagaimana manusia berpikir dan berkata.
Perilaku yang tampak dalam
berbahasa adalah perilaku manusia ketika berbicara dan menulis atau ketika dia
memproduksi bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia
ketika memahami yang disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya
atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.
Manusia sebagai pengguna bahasa
dapat dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah
psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan
bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara
dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi.
2. Teori Wilhelm Von Humboldt
Wilhelm Von Humboldt, sarjana
Jerman abad ke-19, menekankan adanya ketergantungan pemikiran manusia pada
bahasa. Maksudnya, pandangan hidup dan budaya suatu masyarakat ditentukan oleh
masyarakat itu sendiri. Anggota-anggota masyarakat itu tidak dapat menyimpang
lagi dari garis-garis yang telah ditentukan oleh bahasanya itu. Kalau salah
seorang dari anggota ini ingin mengubah pandangan hidupnya, maka dia harus
mempelajari dulu satu bahasa lain. Maka dengan demikian dia menganut cara
berpikir (dan juga budaya) masyarakat bahasa lain itu.
Mengenai bahasa itu sendiri Von
Humboldt berpendapat bahwa substansi bahasa itu terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama berupa bunyi-bunyi dan bagian lainnya berupa pikiran-pikiran yang belum
terbentuk. Bunyi-bunyi dibentuk oleh lautform, dan pikiran-pikiran dibentuk
oleh ideenform atau innereform. Jadi, bahasa menurut Von Humboldt merupakan
sintese dari bunyi (lautform) dan pikiran (ideenform).
3. Teori Jean Piaget
Teori ini mengungkapkan pendapat
yang sebaliknya dengan teori Sapir-Whorf, dikemukakan oleh Piaget sarjana
Perancis, yaitu bahwa justru pikiranlah yang membentuk bahasa, tanpa pikiran
bahasa tidak akan ada.
Jean Peaget juga mengemukakan teori
perkembangan kognisi yang menyatakan jika seorang mampu menggolong-golongkan
sekumpulan benda-benda dengan berbagai cara yang berlainan sebelum anak itu
dapat menggolongkan benda-benda tersebut dengan menggunakan kata-kata (bahasa)
yang serupa dengan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognisi dapat
diterangkan telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa.
Menurut Piaget (dalam Chaer,
2009:54) ada dua hal penting mengenai hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan
intelek (pikiran), yaitu: Sumber kegiatan intelek tidak terdapat dalam bahasa,
tetapi dalam periode sensorimotorik (2 tahun pertama perkembangan kognisi),
yakni satu sistem skema, dikembangkan secara penuh, dan membuat lebih dahulu
gambaran-gambaran dari aspek-aspek struktur golongan-golongan dan
hubungan-hubungan benda-benda (sebelum mendahului gambaran-gambaran lain) dan
bentuk-bentuk dasar penyimpanan dan operasi pemakaian kembali.
4. Teori L.S Vygotsky
Teori ini di lontarkan oleh L.S
Vygotsky, mengatakan bahwa terdapat satu tahap perkembangan bahasa sebelum
adanya pikiran, dan adanya satu tahap perkembangan pikiran sebalum adanya
bahasa. Lalu, dua garis perkembangan ini saling bertemu maka pikiran berbahasa
dan bahasa berpikir terjadi secara serentak. Maksudnya, pikiran dan bahasa pada
mulanya berkembang secara terpisah, tidak saling mempengaruhi satu sama lain,
dengan kata lain, mula-mula pikiran berkembang tanpa bahasa, begitu pula
sebaliknya, bahasa pada mulanya berkembang tanpa pikiran, kemudian pada tahap
selanjutnya, keduanya bertemu, bekerjasama, dan saling mempengaruhi. Begitulah,
seseorang berpikir dengan menggunakan bahasa dan berbahasa dengan menggunakan
pikiran.
5. Teori Noam Chomsky
Mengenai hubungan bahasa dan
pemikiran Noam Chomsky mengajukan teori klasik yang disebut hipotesis nurani.
Hipotesis nurani mengatakan bahwa struktur bahasa dalam adalah nurani. Artinya,
rumus-rumus itu dibawa sejak lahir. Pada waktu seorang kanak-kanak mulai
mempelajari bahasa ibu, dia telah dilengkapi sejak lahir dengan satu peralatan
konsep dengan struktur bahasa dalam yang bersifat universal.
Peralatan konsep ini tidak ada
hubungannya dengan belajar atau pembelajaran, misalnya dengan aksi atau
perilaku seperti yang dikatakan Piaget, dan tidak ada hubungannya dengan apa
yang disebut kecerdasan. Jadi, bahasa dan pemikiran adalah dua buah system yang
berasingan dan mempunyai otonomi masing-masing. Seorang anak yang dungu pun
akan lancar berbahasa hampir pada jangka waktu yang sama dengan seorang
kanak-kanak yang normal.
Hipotesis nurani berpendapat bahwa
struktur-struktur dalam bahasa adalah sama. Struktur dalam setiap bahasa
bersifat otonom, dan karena itu, tidak ada hubungannya dengan sistem kognisi
(pemikiran) pada umumnya termasuk kecerdasan.
6. Teori Eric Lenneberg
Berkenaan dengan masalah hubungan
bahasa dan pemikiran, Eric Lenneberg mengajukan teori yang disebut teori
kemampuan bahasa khusus. Teori ini secara kebetulan ada kesamaannya dengan
teori Chomsky dan juga dengan pandangan Piaget.
Menurut Lenneberg banyak bukti yang
menunjukkan bahwa manusia menerima warisan biologi asli berupa kemampuan
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang khusus untuk manusia, dan yang
tidak ada hubungannya dengan kecerdasan dan pemikiran. Kanak-kanak, menurut
Lenneberg telah mempunyai biologi untuk berbahasa pada waktu mereka masih
berada pada tingkat kemampuan berpikir yang rendah dan kemampuan bercakap dan
memahami kalimat mempunyai korelasi yang rendah dengan IQ manusia.
Penelitian yang dilakukan Lenneberg
telah menunjukkan bahwa bahasa-bahasa berkembang dengan cara yang sama pada
kanak-kanak yang cacat mental dan kanak-kanak yang normal. Umpamanya
kanak-kanak yang mempunyai IQ 50 ketika dia berusia 12 tahun dan lebih kurang
30 ketika berumur 20 tahun, juga mampu menguasai bahasa dengan cukup baik,
kecuali dengan sesekali terjadi kesalahan ucapan dan kesalahan tatabahasa. Oleh
karena itu, menurut Lenneberg adanya cacat kecerdasan yang parah tidak berarti
akan pula terjadi kerusakan bahasa. Sebaliknya, adanya kerusakan bahasa tidak
berarti akan menimbulkan kemampuan kognitif yang rendah.
7. Teori Bruner
Berkenaan dengan masalah bahasa dan
pemikiran, Bruner memperkenalkan teori yang disebutnya teori instrumentalisme.
Menurut teori ini bahasa adalah alat pada manusia untuk mengembangkan dan
menyempurnakan pemikiran itu. Dengan kata lain, bahasa dapat membantu pemikiran
manusia supaya dapat berpikir secara sistematis. Bruner berpendapat bahwa
bahasa dan pemikiran berkembang dari sumber yang sama. Oleh karena itu,
keduanya mempunyai bentuk yang sangat serupa. Lalu, karena sumber yang sama dan
bentuk yang sangat serupa maka keduanya bisa saling membantu. Selanjutnya,
bahasa dan pikiran adalah alat untuk berlakunya aksi.
Selanjutnya terdapat beberapa
pengelompokan keterkaitan bahasa berdasarkan uraian para ahli, yaitu:
1. Bahasa mempengaruhi pikiran
Pemahaman kata mempengaruhi
pikirannya terhadap realitas. Pikiran manusia dapat terkondinisikan oleh kata
yang manusia gunakan. Tokoh yang mendukung hubungan ini adalah Benjamin Lee
Whorf ( 1897-1941) dan gurunya Edward Sapir (1884-1939). Whorf menyatakan bahwa
bahasa menentukan pikiran seseorang sampai kadang-kadang bisa membahayakan
dirinya sendiri.
2. Pikiran mempengaruhi bahasa
Ada kemungkinan struktur bahasa
dipengaruhi oleh pikiran. Sekitar 2.500 tahun yang lalu Aristoteles beragumen
bahwa kategori pikiran menentukan kategori bahasa. Banyak alasan yang
memperkuat argumen tersebut, walaupun Aristoteles sendiri tidak bisa memperlihatkan
alasan-alasan tersebut. Adapun alasan yang dapat dikemukakan antara lain,
kemampuan manusia berpikir muncul lebih awal ditinjau dari aspek evolusi dan
berlangsung belakangan dari aspek perkembangannya dibandingkan kemampuan
menggunakan bahasa.
Tokoh psikologi kognitif yang tak
asing bagi manusia, yaitu Jean Piaget menyatakan bahwa ada keterkaitan antara
pikiran dan bahasa. Bahasa adalah representasi dari pikiran. Melalui observasi
yang dilakuakan oleh Piaget terhadap perkembangan aspek kognitif anak akan
mempengaruhi bahasa yang digunakannya. Semakin tinggi aspek tersebut maka
semakin tinggi bahasa yang digunakannya. Sebelum anak-anak menggunakan
bahasanya secara efektif, anak-anak memperlihatkan kemampuan kognitif yang
cukup berarti dan beragam.
3. Bahasa dan pikiran saling
mempengaruhi
Hubungan timbal balik antara bahasa
dan pikiran dikemukakan oleh Benyamin Vygotsky, seorang ahli semantik
kebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu teori. Vygotsky
mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada tahap permulaan berkembang secara
terpisah dan tidak saling mempengaruhi. Jadi, mula-mula pikiran berkembang
tanpa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang tanpa pikiran. Lalu pada tahap
berikutnya, keduanya bertemu dan saling bekerja sama, serta saling mempengaruhi.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Bahasa artinya sistem lambang bunyi
yang arbitrer, yang dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama,
beriteraksi dan mengidentifikasi diri. Bahasa juga diartikan sebagai rangkaian
bunyi yang mempunyai makna tertentu. Sedangkan pikiran berasal dari kata dasar
pikir. Pikir artinya akal budi, ingatan, angan-angan, kata dalam hati, kemudian
mendapat tambahan -an menjadi kata pikiran.
Terdapat beberapa pengelompokan
keterkaitan bahasa berdasarkan uraian para ahli, yaitu:
a. Bahasa mempengaruhi pikiran
b. Pikiran mempengaruhi bahasa
c. Bahasa dan pikiran saling
mempengaruhi.
B. Saran
Sebagai individu yang merupakan
makhluk sosial kita harus bisa menggunakan pikiran dalam berbahasa karena
sesungguhnya ukuran seorang manusia dilihat dari kemampuannya dalam berpikir.
Berpikir tidak bisa dipisahkan dari aktivitas berbahasa. Oleh karena itu, dalam
menggunakan bahasa marilah kita berpikir secara logis dan sistematis agar
tercipta komunikasi yang tepat dan tidak salah interpretasi.
Mari kita gunakan pemahaman
mengenai konsep berpikir dan berbahasa dalam kehidupan kita sehari-hari agar
dapat menjadi manusia yang berpikir, berbahasa, dan berbudaya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer. 2009. Psikolinguistik:
Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Drs. H. Burhanuddin Salam. 1997.
Logika Materil: Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rineka Cipta
0 komentar:
Posting Komentar